Pencetak para quthb. Barangkali demikianlah gelar yang pantas
disematkan kepada Al-Habib Umar bin Segaf Assegaf. Bayangkan saja,
dengan tangan dinginnya Al-Habib Umar bin Segaf berhasil mendidik dan
mencetak ulama-ulama besar dan bahkan para wali quthb. Diantaranya
adalah Al-Habib Hasan bin Sholeh Albahr, Al-Habib Ahmad bin Umar bin
Sumaith dan Al-Habib Mumammad bin Abdullah bin Qithban.
Berikut adalah wasiat yang ia tulis untuk kedua muridnya yang notabene
masih kakak beradik yang pernah “mondok” kepadanya, yaitu Al-Habib
Thahir dan Al-Habib Abdullah bin Husein bin Thahir.
Sesungguhnya seseorang akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar di
dunia dan akhirat apabila ia melakukan tiga hal. Pertama, menghindari
pergaulan dengan orang-orang yang tidak berilmu. Kedua, meninggalkan
majelis-majelis yang tidak bermanfaat dan cenderung membuang waktu
dengan percuma. Ketiga, tidak terpengaruh dan terbawa dengan gaya hidup
orang-orang zaman sekarang yang telah meninggalkan Al-Qur’an.
Maka, mengasingkan diri (uzlah) dari pergaulan awam adalah solusi yang
paling tepat bagi siapa saja yang ingin selamat dari kerusakan zaman,
disertai dengan niat yang baik dan ikhlas.
Sesungguhnya membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan khusuk dan
tadabbur (menghayati maknanya) sambil menggali rahasia-rahasianya yang
penuh dengan cahaya ilmu pengetahuan adalah hiburan yang hakiki
disamping sebagai simpanan pahala yang melimpah tentunya. Demikian juga
dengan mempelajari hadits-hadits Nabi SAW serta kalam-kalam para ulama
salaf yang telah sampai pada maqam “yaqin”. Semua itu akan mempertebal
iman kita dan menghapus segala keraguan, prasangka-prasangka buruk dan
kebimbangan kita akan kebenaran Allah, serta akan mengantarkan kita
untuk lebih dekat kepada Allah SWT.
Setiap umat Islam diwajibkan menuntut ilmu dalam situasi dan kondisi
apapun. Adapun mengajarkan ilmu dan berdakwah, itu hanya diwajibkan
kepada orang-orang yang telah berkompeten segi keilmuannya dan sesuai
kapasitasnya masing-masing. Dan mereka akan mendapatkan keutamaan dan
pahala yang besar dengan syarat mereka harus melakukan empat hal.
Pertama, selalu berusaha untuk ikhlas demi Allah. Kedua, menghormati
orang yang belajar kepadanya dan beranggapan bahwa ia merupakan karunia
dan amanat dari Allah SWT. Ketiga, senantiasa mensyukuri ilmunya
sebagai nikmat istimewa yang dikaruniakan kepadanya. Keempat, selalu
berharap kepada Allah agar “profesi”-nya sebagai pengajar kelak menjadi
bukti kebaikannya dan menyebabkan ia mendapatkan ridho-Nya.
Sesungguhnya seseorang yang menghiasi lahiriyahnya dengan taqwa dan
meneguhkan hatinya dengan sidq (iman yang kokoh) kepada Allah, kemudian
ia selamat dari sikap ujub (bangga diri atas semua amalnya) dan
membersihkan dirinya dari kotoran-kotoran nafsu, maka niscaya ia akan
berhasil sampai ke tujuan, yakni memperoleh segala kemurahan Allah. Dan
ketahuilah, tingkatan tersebut pada hakekatnya takkan mampu diraih
seorang pun kecuali dengan kemurahan dan taufik Allah SWT. Adapun
manusia harus berdoa dan berusaha dengan memperbanyak sholat, bacaan
Al-Qur’an, istighfar serta dzikir-dzikir yang lain disertai rasa takut
(khosyah) dan pengagungan (ta’dhim).
Maka bertaqwalah kepada Allah baik dikala kamu sendirian maupun
diantara khalayak ramai. Amalkanlah semua ajaran yang terdapat dalam
kitab suci Al-Qur’an, hadits-hadits nabi SAW serta kitab-kitab para
salaf soleh. Dan beristiqomahlah di dalam berusaha mendapatkan ridho
Allah. Ambil dan kerjakanlah amalan-amalan kesunnahan nabi yang
sekiranya nantinya kamu mampu untuk beristiqomah mengerjakannya,
disertai dengan niat ikhlas, kehadiran hati dan prasangka baik.
Sesungguhnya Nur Ilahi akan kita dapatkan apabila kita beristiqomah
membaca Al-Qur’an disertai sikap hormat dan adab yang baik, menghayati
makna-maknanya, dan merasakan kehadiran Allah di hadapan kita. Bacalah
wirid-wirid yang sekiranya kamu mampu beristiqomah membacanya. Seperti
hizb Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad, hizb imam Nawawi, dan hizb
Albahr. Perbanyaklah melantunkan shalawat kepada nabi besar SAW serta
mengucapkan istighfar.
Sesungguhnya sumber dari segala kebaikan adalah prasangka baik kepada
Allah SWT dan makhluk-Nya. Maka berinteraksilah dengan makhluk Allah
dengan akhlak yang baik. Berikan semua hak-hak mereka tanpa ada
perasaan terpaksa. Sesungguhnya masing-masing dari mereka telah
mendapatkan keistimewaan dari Allah SWT. Dan sumber dari segala
kesialan adalah kebodohan. Maka bersyukurlah kepada Allah apabila kita
dikeluarkan dari jurang kebodohan. namun janganlah menganggap diri kita
lebih pintar dari siapa saja. Karena sesungguhnya Allah akan merahmati
hamba-hamba-Nya yang taat dengan rahmat-Nya
Sesungguhnya urusan dunia dan akhiratmu tergantung baik tidaknya
agamamu. Maka ambillah sedikit saja dari dunia dengan niat yang baik,
niscaya itu akan membantumu untuk sampai kepada Allah. Berdakwahlah dan
ajaklah manusia menuju jalan Allah dengan sikap bijak dan ucapan-ucapan
yang bagus ( kalimat ini adalah izin dan perintah dari Al-Habib Umar
kepada Al-Habib Thahir dan Al-Habib Abdullah untuk menyebarkan ilmu dan
berdakwah). Mintalah kepada Allah agar selalu mendapatkan hidayah.
Sesungguhnya Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang ia
kehendaki.
Its My Live
Abadikan diriku dalam hatimu, bukan Pandanganmu
Kamis, 25 November 2010
sepi
Saat kau tak di sisi ku
Langkah yang sulit semakin berat terasa
Aku hanya ingin belajar menjadi wanita tangguh
Tak perdulikan keping hati yang berserakan dalam kalbu.
tapi, saat aku lengah sedikit saja
rasa ini semakin kuat menyakiti
semakin mudah ku tapaki jalan ini sendiri
tapi ternyata aku salah
Rasa ini semakin rumit,
semakin sulit
Hampir meledak asaku tuk berharap.
tanpa senyuman mu
aku serasa kehilangan petunjuk
tapi selalu saja, kesepian ini enyah pergi dari ku
meski telah menjadi bagian dari hidupku
tetap saja sepi ini menyakiti.
aku harus apa??
haruskah ku gali kubur ku sendiri?!
Senin, 22 November 2010
Manusia dan binatang
Perumpamaan mukmin yang mendakwahi orang-orang durhaka adalah seperti
penggembala yang menyeru binatang yang tidak mendengar selain panggilan
dan seruan saja. Mereka tuli, bisu, dan buta, sebab itulah mereka tidak
pernah mengerti (QS. Al Baqarah, 2:171).
Pengantar
Saya duduk termenung. Pandangi jalanan berdebu di bawah terik matahari.
Kulihat manusia berlalu lalang. Keluar masuk dari bangunan. Saat malam
tiba, manusia memasuki rumahnya. Ketika pagi menjelang, mereka keluar
dari tempat tidurnya.
Sama dengan ayam, kambing, bebek, dan hewan lainnya; manusia pun suka
makan, minum, dan tidur. Ada orang berkata bahwa manusia punya
kelebihan, yakni akal pikiran. Namun, saya lihat kepribadian mereka tak
ubahnya seperti binatang. Jika banyak manusia membanggakan kelebihan
akalnya, mengapa manusia memposisikan diri sebagai binatang?
Lihatlah
binatang yang gemar melakukan seks bebas, berebut makanan, makan, dan
tidur. Apa sich yang membedakan kita dengan hewan? Apa yang harus kita
lakukan supaya kita beda dengan binatang?
Binatang dan Manusia: Tercipta dari Tanah
Semua binatang bumi dapat dipastikan berasal dari tanah. Sama dengan
kita sebagai manusia tercipta dari tanah. Saya melihat seekor kambing
asyik menyantap rerumputan hijau. Banyak sekali makanan kambing yang
juga menjadi makanan kesukaan saya seperti lalap-lalapan. Saya pun
berkata dalam hati: “Hai kambing, kamu sama dengan saya tercipta dari
tanah. Makanan kamu dengan saya tak jauh beda. Semoga saya menjadi
hamba Allah yang taat dan selalu mensyukuri nikmat.”
Saya pun menghampiri seekor ayam jantan. Dilihatnya ia asyik mematuk
makanan seperti beras, jagung, nasi, roti, dan biji-bijian.
Subhanallah, makanan ayam semuanya makanan kegemaran saya. Memang
betul, bahan baku ayam sama dengan saya, yakni tercipta dari tanah
liat. Banyak anatomi tubuh ayam sama dengan anatomi tubuh saya, punya 2
biji mata, dua kaki, punya usus, jantung, dan aliran darah.
Subhanallah. Tidak patut kita tinggi hati di hadapan makhluk Allah SWT,
melainkan kita harus menyayangi mereka dengan cara tidak menggangu dan
tidak menyembelihnya kecuali hanya sekedar untuk makan, selain itu maka
tindakan kita merupakan tindakan hina dan terkutuk (seperti membantai
hewan, dsb).
Ingatkah anda dengan akhlak Nabi Sulaiman as dan pasukannya saat hendak
melewati barisan semut yang menyeberangi jalan? Nabi Sulaiman as sangat
menghormati semut-semut dan sama sekali tidak ingin menzalimi mereka.
Sepatutnya kita tidak tinggi hati di hadapan mereka melainkan menjaga
keamanan mereka, sebab kita merupakan khalifah (pemimpin) di muka bumi,
yang berarti kita bertanggungjawab penuh atas keselamatan kenyamanan
makhluk-makhluk Allah SWT di muka bumi.
Manusia dan Binatang

Kebun Binatang: Hikmah Tafakur
Ketika jalan-jalan ke kebun binatang (bonbin). Saya bertemu dengan
seekor monyet. Saya pun bertatapan mata dengan monyet yang sedang
membawa pisang.
Saya lihat ia membuka daun pisang layaknya seorang
manusia dan kemudian memakannya. Saya lihat masing-masing jari
tangannya berjumlah 5 jari. Kukunya pun bersih seperti kuku di
tanganku. Entah, saya tersenyum
padanya dan ia pun tersenyum!!! Subhanallah, tak sepatutnya saya
tersindir sebab monyet pun sama dengan saya, makhluk ciptaan Allah SWT.
Sebenarnya bukan hanya monyet yang mirip dengan manusia, hampir semua
binatang pun memiliki kemiripan dengan manusia. Seekor kucing yang
hamil tua, perutnya buncit dan sulit berjalan. Ketika kucing
melahirkan, bukan main menyakitkan dan melelahkannya proses persalinan
kucing. Beberapa saat setelah melahirkan, kelihatan perut kucing yang
tampak membuat ngilu, sebab perutnya masih kendor. Bukankah hal itu tak
beda dengan persalinan manusia? Subhanallah.
Katika menyaksikan binatang-binatang seperti itu, tak sepatutnya kita
mengingkari kodrat kita sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, Dialah
Pencipta makhluk-makhluk di alam semesta. Guna mengakui kodrat kita
sebagai manusia yang diciptakan dari tanah maka sepatutnya kita
mengabdi pada Allah SWT dan beramal salih untuk mengagungkan Asma-Nya,
maka diri ini akan merasakan kemuliaan sebagai makhluk Allah Yang Maha
Mulia sehingga kita akan merasakan mulianya hidup kita dan berharganya
diri kita di sisi Allah Yang Maha Pencipta. Alhamdulillah.
Inginkah Kita Berbeda dari Binatang?
Kita sadar bahwa kedatangan ajal makin mendekati kita. Sepatutnya
segera mengetahui pembeda kita dari binatang dan segera melakukan apa
saja yang dipandang perlu menaikkan derajat tersebut sebelum pintu
taubat tertutup.
Senjata untuk membedakan kita dari binatang adalah giat ibadah dan
beramal salih. Melalui ibadah, kita lebih sering ruku dan sujud pada
Allah SWT.
Pun giat beramal salih, maka dengan hal itu kita akan
menapaki derajat jauh lebih tinggi daripada binatang.
Nafsu kebinatangan segera hilang dalam diri seseorang manakala ia mulai
menyantuni fakir miskin, anak yatim, menolong sesama, membahagiakan
sesama, dan lebih mementingkan umat daripada dirinya sendiri. Itulah
yang membedakan manusia dengan binatang. Jika tidak mampu melakukan
demikian maka manusia tak ubahnya seperti binatang bahkan lebih rendah
daripada binatang!
Mahasuci Allah yang telah menciptakan makhluk-makhluk bumi beraneka
rupa dan bentuk yang tiada satu pun makhluk bercampur aduk dengan
makhluk lainnya. Allah SWT menciptakan bangsa kucing, bangsa semut,
bangsa lebah, bangsa kambing, bangsa kera dan bangsa manusia.
kesemuanya inibagi manusia yang mau berfikirbenar-benar menjadi ayat
untuk segera memposisikan diri sebagai manusia bukan malahan meniru
cara hidup binatang!
Nasihat bagi Manusia
Pencipta semua makhluk yang ada di bumi dan langit adalah Allah
Penguasa Tunggal alam semesta. Tidak ada Tuhan kecuali Allah. Kita
diciptakan Allah SWT tiada lain hanya untuk ibadah. Mengabdi pada Allah
Yang Maha Pemberi rezeki. Ruku dan sujud pada-Nya. Menghabiskan
sisa-sisa hidup hanya untuk berbuat kebajikan pada sesama dan menumpas
segala kezaliman. Menyayangi makhluk bumi dan menjadikan syaitan
sebagai musuh abadi.
Kita mempunyai mata, telinga, dan hati sebagai fasilitas unggulan guna
mengabdikan segala potensi hanya untuk menegakkan kalimat Illahi. Kita
adalah manusia yang bertanggungjawab menjaga keamanan bumi dari tangan
manusia terlaknat penyembah syaitani. Inilah makna bahwa kita berbeda
dengan binatang sebab tingkat amanah kita teramat tinggi dan berat
untuk dipikul sebangsa makhluk bumi.
Hidup kita di bumi berdampingan dengan makhluk penghuni bumi. Kambing
punya hak hidup di bumi. Bebek punya hak hidup di bumi. Gajah punya hak
menempati bumi. Lebah memiliki legitimasi Allah SWT sebagai penghuni
bumi. Dan semut pun berhak tinggal di muka bumi. Kita sebagai manusia,
selain berhak menempati bumi, juga berkewajiban memimpin bumi ini.
Mukmin sepatutnya mengayomi, melindungi, dan menjaga hak-hak makhluk
penghuni bumi. Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk mengenyahkan
syaitan yang tak mempunyai hak apapun berpijak di muka bumi. Amin ya
Rabbal `alamin. Pada dasarnya Allah menciptakan manusia itu adalah
sebagai mahluk yang paling berharga dan mulia di permukaan bumi ini.
Namun tidak sedikit, manusia sendirilah yang merusak kehormatan dan
harga dirinya, dengan melakukan perbuatan-perbuatan
yang amoral, yang tidak sesuai dengan norma-norma agama.
Karena itu,
kemuliaan yang terdapat dalam diri manusia ini haruslah selalu dijaga
dari pada hal-hal yang dapat merusaknya, baik yang berupa sikap dan
perbuatan yang dilakukan oleh diri sendiri, maupun yang dilakukan oleh
orang lain terhadap pribadinya.
Bahkan, Islam memberikan tuntunan, kalaupun harus dengan mengeluarkan
harta demi menjaga kehormatan atau harga diri, hal itu boleh untuk
dilakukan. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi: “Peliharalah untuk menjaga diri kamu dengan harta kamu” (HR.
Ad-Dailami)
Karena itu, dalam prespektif Islam, harga diri itu lebih berharga dan
mulia dari pada harta benda. Namun yang terlihat sekarang, terkadang
manusia rela menjatuhkan harga dirinya demi memperoleh keuntungan harta
benda.
Selain itu juga, seringkali manusia melakukan perbuatan-perbuatan
kekerasan denganberdalih membela harga diri. Padahal untuk menjaga
kehormatan atau harga diri menurut ajaran Islam, bukanlah dengan
pertengkaran atau kekerasan. Sebab adanya kekerasan justru
menghancurkan harga diri. Selain itu, tidak jarang balasan yang timbul
akibat dari sikap kekerasan seringkali berlebihan dan tidak terkontrol.
Sehingga akibatnya, justru menjatuhkan martabat kemanusiaannya.
Dalam pandangan Islam, manusia itu berharga karena kemuliaannya, sedang
kemuliaan seseorang itu bersumber dari kesabaran dan kebijaksanaannya.
Sebagaimana disebutkan di dalam QS. Al A’raaf ayat 199:
“Jadilah Engkau Pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang baik, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”
Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa, sikap sabar dengan selalu
memberikan maaf inilah ajaran yang dituntunkan oleh Allah Swt. kepada
hambanya yang beriman.
Karena itu, setiap pribadi muslim, hendaknya
tidak terpengaruh dengan melakukan pembalasan, ketika ada orang lain
yang bersikap atau berbuat tidak baik kepadanya.
Sementara itu, jika diperhatikan kembali, ada yang menarik dari susunan
kalimat ayat diatas. Disebutkan bahwa, Allah menganjurkan bagi setiap
muslim untuk memberikan maaf dengan tujuan agar mereka berbuat baik,
dalam artian, tidak melayani perbuatan bodoh mereka. Sebab jika
perbuatan bodoh mereka kita balas, maka mereka akan melakukan perbuatan
yang lebih bodoh lagi dari pada perbuatan mereka yang pertama. Selain
itu juga, jika kita tidak membalas perbuatannya, maka mereka akan
merasa cukup dengan perbuatan yang pertama, karena telah membuat kita
tidak bisa berbuat apa-apa. Sehingga secara tidak langsung, kita sudah
membuat orang lain berbuat baik, karena mereka tidak melakukan
perbuatan buruk yang kedua dengan sebab sikap kita yang telah memaafkan
dan tidak membalas perbuatan mereka yang pertama.
Sikap memberikan maaf ini pulalah yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Sebagaimana telah diriwayatkan ketika beliau diludahi oleh salah
seorang yang kafir, setiap kali melewati suatu jalan.
Hingga suatu
ketika orang kafir tersebut sakit, dan Rasul menjenguknya. Seketika itu
juga orang kafir tersebut merasa kagum dan takjub terhadap sikap
terpuji yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. ini, hingga mendorong dia
mengucapkan Dua Kalimat Syahadat dihadapan Rasulullah.
Dari kisah diatas sebenarnya, jika Rasulullah menginginkan membalas
perbuatan orang kafir tersebut mudah saja beliau lakukan, tetapi hal
itu tidak dilakukannya, namun justru memaafkannya. Bahkan lebih dari
itu, beliau juga membalas dengan perbuatan yang baik dengan
menjenguknya ketika dia sakit. Sehingga membuat orang kafir tersebut
tersentuh dan tergerak untuk melakukan perbuatan yang baik juga.
Selain itu, tercatat juga dengan tinta emas dalam sejarah Islam, di
saat banyak orang kafir Mekah berusaha mencelakakan dan menyakiti
beliau karena agama yang disebarkannya, maka Rasulullah Saw. beralih
pergi ke kota Thaif untuk berdakwah di sana, dengan harapan penduduk
kota tersebut mau beriman kapada agama yang dibawanya.
Namun tatkala
sampai di kota Thaif, yang beliau dapatkan bukanlah sambutan hangat
atas dakwahnya, tetapi justru tidak jauh beda dengan yang terjadi di
Mekah, yang didapatkannya adalah lemparan-lemparan batu yang membuat
darah suci dari insan termulia ini mengucur keluar membasahi sampai
kakinya. Sementara itu terjadi, malaikat jibril datang menawarkan
kepada Nabi, agar memerintahkan kepadanya untuk mengadzab mereka, namun
beliau menolak. Dan justru beliau mendoakan penduduk Thaif agar
mendapat petunjuk, dengan doa yang masih tetap melegenda sampai
sekarang:
“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka
tidak mengerti”
Inilah contoh sikap yang diajarkan dalam ajaran Islam, bahkan Allah Swt
juga memuji hambanya yang memiliki sifat demikian. sebagaimana yang
terdapat di dalam QS. Al-Furqon: 63:
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil
menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung)
keselamatan”
Dengan demikian, segala bentuk kekerasan yang dilakukan, walaupun
dengan dalih membela harga diri, jelaslah bukan merupakan cara yang
benar. Ketika orang lain malakukan kesalahan, dan dibalas dengan
kesalahan, maka tidak ada beda antara keduanya, dan tentunya cara
demikian bukanlah ajaran Islam dan sangat dibenci oleh Allah Swt.
Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi:
“Laki-laki yang paling dibenci oleh Allah Swt. adalah laki-laki yang
keras” (HR. Bukhori Muslim)
Rabu, 10 November 2010
Habib Alwi Bahsin

Sejak berusia 15 tahun, Habib Alwi telah diizinkan oleh guru-gurunya untuk mengajar. Sistem pengajaran yang beliau terapkan kebanyakan berupa diskusi dan praktek, terutama dalam hal fiqih. Tidak berhenti ampai disitu, pendidikan Habib Alwi terus berlanjut, hingga beliau banyak mendapatkan ijazah dari berbagai Habib yang masyhur, di antaranya Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang), Habib Salim bin Jindan (Jakarta), Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul) dan Habib Salim bin Alwi Al-Khirid (Makkah).
Habib Alwi terkenal sebagai seorang ulama yang tegas dan berani dalam menjalankan Amar makruf Nahi Munkar. Madrasah yang didirikannya pada zaman penjajahan jepang sempat ditutup karena beliau menentang Jepang untuk menyembah matahari setiap pagi hari. Namun setelah Jepang meninggalkan Indonesia, 1945, madrasah tersebut beliau buka kembali dan dinamai Madrasah Al-Kautsar, terletak di Kampung Munawar 13 Ulu
Kegigihan Habi Alwi dalam berdakwah terlihat tatkala beliau ke pelosok daerah seperti Tanjung Agung dan Talang Padang. Dengan berbekal sampan dan lampu petromaks, beliau dan beberapa temannya menunggu perahu motor yang lewat untuk mengikatkan ampan pada perahu tersebut, sehingga perjalanan menjadi lebih cepat. Demikian pula ketika mereka akan kembali ke kota. Sesampainya di daerah tersebut, mereka membersihkan mushala dan mengajak penduduk untuk shalat berjamaah atau menghadiri majlis taklim. Habib Alwi mencurahkan perhatian yang luar biasa kepada kaum muslimin, terutama faqir miskin dan yatim piatu. Hal ini diwujudkan dengan mendirikan panti asuhan Darul Aitam, pada 8 Desember 1971 M (29 Syawal 1391 H). Di tanah wakaf H.Syukur bin Ahmad Bustam, 14 Ulu, Palembang, yang juga merupakan gagasan gurunya, Habib Abdurrahman bin Syekh Al-Idrus.
Selain mendirikan Darul Aitam, beliau juga membangun Madrasah Al-Munawariyah yang terletak di Lr.Sederhana 13 Ulu. Aktivitas yayasan dan madrasah tersebut hinggga kini masih berjalan. Pada tahun 1395 H, Habib Alwi mempelopori kuliah subuh di masjid dan musholla. Antara lain yang masih berjalan di Masjid Darul Muttaqin 8 Ilir, Palembang, setiap minggu pagi.
Sudah menjadi kebiasaan para habib untuk melazimkan berziarah kepada para sholihin. Demikian pula Habib Alwi, sering berziarah ke makam kakeknya, Habib Muhammad bin Ahmad Bahsin, di Jebus, Pulau Bangka. Konon kakek beliau dengan ilmunya dapat menaklukan dukun-dukun santet yang terkenal hebat di daerah tersebut. Habib Alwi memiliki persahabatan yang istimewa dengan Habib Ali bin Husein Al-Aththas (Bungur). Hal ini terlihat tatkala Habib Ali wafat. Sebelum wafat, beliau berwasiat agar yang memandikan jenazahnya adalah Habib Alwi Bahsin. Maka dipenuhilah keinginan beliau dengan memberangkatkan Habib Alwi dari Palembang untuk memandikan jenazahnya. Demikian pula semasa hidupnya, Habib Ali bin Husein Al-Aththas selalu berpesan kepada jemaah yang hendak pulang atau berziarah ke Palembang, agar memintakan doa' kepada Habib Alwi Bahsin untuk beliau. Pada tahun 1398 H, Habib Alwi menunaikan ibadah haji. Setibanya di Jeddah, karena kecintaan yang begitu mendalam kepada datuknya, Rasulullah saw, beliau dan rombongan langsung menuju Madinah. Perjalanan dari Jeddah ke Madinah yang biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama, dengan izin Allah swt menjadi begitu singkat, sehingga membuat sopir mobil yang ditumpanginya takjub. Saat di Madinah, Habib Alwi tidak mau menginap di hotel yang telah disediakan di lantai atas. "Bagaimana mungkin aku berada di atas, sedangkan Rasulullah saw berada di bawah. Aku takut tidak mengamalkan akhlaq yang telah diajarkan oleh Nabi saw." Katanya. Dan sewaktu berziarah ke makam Nabi saw, dengan melepas gigi palsunya, beliau menyatakan tidak menyukai kedustaan seperti halnya gigi palsu itu.
Habib Alwi berpulang ke Rahmatullah pada waktu fajar hari selasa, 22 Januari 1985 M ( 1 Jumadil awal 1405 H ). Beliau berwasiat agar kita selalu berpegang teguh pada madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah, dengan mengikuti jejak langkah salaf as-sholihin, para ulama Sholeh terdahulu.
Sudah menjadi kebiasaan para habib untuk melazimkan berziarah kepada para sholihin. Demikian pula Habib Alwi, sering berziarah ke makam kakeknya, Habib Muhammad bin Ahmad Bahsin, di Jebus, Pulau Bangka. Konon kakek beliau dengan ilmunya dapat menaklukan dukun-dukun santet yang terkenal hebat di daerah tersebut. Habib Alwi memiliki persahabatan yang istimewa dengan Habib Ali bin Husein Al-Aththas (Bungur). Hal ini terlihat tatkala Habib Ali wafat. Sebelum wafat, beliau berwasiat agar yang memandikan jenazahnya adalah Habib Alwi Bahsin. Maka dipenuhilah keinginan beliau dengan memberangkatkan Habib Alwi dari Palembang untuk memandikan jenazahnya. Demikian pula semasa hidupnya, Habib Ali bin Husein Al-Aththas selalu berpesan kepada jemaah yang hendak pulang atau berziarah ke Palembang, agar memintakan doa' kepada Habib Alwi Bahsin untuk beliau. Pada tahun 1398 H, Habib Alwi menunaikan ibadah haji. Setibanya di Jeddah, karena kecintaan yang begitu mendalam kepada datuknya, Rasulullah saw, beliau dan rombongan langsung menuju Madinah. Perjalanan dari Jeddah ke Madinah yang biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama, dengan izin Allah swt menjadi begitu singkat, sehingga membuat sopir mobil yang ditumpanginya takjub. Saat di Madinah, Habib Alwi tidak mau menginap di hotel yang telah disediakan di lantai atas. "Bagaimana mungkin aku berada di atas, sedangkan Rasulullah saw berada di bawah. Aku takut tidak mengamalkan akhlaq yang telah diajarkan oleh Nabi saw." Katanya. Dan sewaktu berziarah ke makam Nabi saw, dengan melepas gigi palsunya, beliau menyatakan tidak menyukai kedustaan seperti halnya gigi palsu itu.
Habib Alwi berpulang ke Rahmatullah pada waktu fajar hari selasa, 22 Januari 1985 M ( 1 Jumadil awal 1405 H ). Beliau berwasiat agar kita selalu berpegang teguh pada madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah, dengan mengikuti jejak langkah salaf as-sholihin, para ulama Sholeh terdahulu.
SAYYIDINA AL-IMAM AL-QUTB AL-GHAUTS AS-SYEKH ABDURRAHMAN AS-SEGAFF R.A
Beliau masyhur dengan sebutan As-Segaff. Beliau merupakan salah satu
pemuka sadah Ba`alawi Qutb Al-Aulia yang lahir pada tahun 739 H di
Tarim, Hadhramaut. Ibunya bernama Aisyah binti Abi Bakar ibnu Ahmad
Al-Faqih Al-Muqaddam.
Guru guru beliau
As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff banyak mempelajari kitab Syari’ah dan
hakekat, sehingga diriwayatkan bahwa beliau telah menguasai sekaligus
hafal di luar kepala, lebih kurang 50 jilid buku dalam ilmu Syariah,
itu pun belum termasuk tasawuf, tauhid dan prinsip ilmu yang lain.
As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff Ra selama masa belajarnya telah dibina
oleh tokoh-tokoh terkemuka di zamannya, beberapa di antara guru-guru
beliau adalah :
1. Al-‘Alim Al-Allamah Muhammad bin Alwi bin Ahmad bin Sayyidina
Al-Faqih Al-Muqaddam Ra. Melalui guru beliau ini, As-Syĕkh Abdurrahman
As-Segaff mempelajari kitab karya Al-Imamain Al-Azimain Bil Maqomil
‘Ali Muhammad Al-Ghazali dan Imam Mazhab Bil It-Tifaq As-Syĕkh Abu
Ishak, serta kitab Al-Wajiz dan Al-Muhazib serta kitab karya Al-Imam
As-Syayrodzy.
2. As-Syĕkh Ali bin Salim.
3. As-Syĕkh Al-Arib Al-Mualim Ahmad bin Muhammad Al-Khatib. Semasa
kecil beliau mempelajari dan menghafal Al-Qur`an Al-Karim kepada guru
beliau ini.
4. Al-Imam Ali bin Sa`id Basulaib.
5. Al-Imam Abu Bakar bin Isa Bayazid, yang tinggal di Wadi Amad.
6. As-Syĕkh Al-Imam Umar bin Sa`id Bajabir.
7. Al-Arif Billah Ta`ala Mazahim bin Ahmad Bajabir Shohib Barum.
8. Al-Imam Al-Wali Abdullah bin Thohir Ad-Du`ani.
9. Al-Imam Al-Faqih Muhammad bin Sa`ad Basyakil Shohib Al-Fiil. Melalui
guru beliau ini, As-Syĕkh Abdurrahman mempelajari kitab Al-Ihya,
Ar-Risalah dan Al-Ma`arif serta Al-Awarif.
10. Al-Imam As-Syĕkh Al-Islam Muhammad bin Abu Bakar Ba Ibad.
11. As-Syĕkh Al-Qodhi Muhammad bin Sa`id Kabn.
Beliau tinggal di kota ‘Adn. Sayyidina As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff
mendalami ilmu Nahwu dan Shorof juga ilmu bahasa yang lain seperti
Mantiq dan lain-lain kepada guru beliau ini.
Murid murid beliau
Banyak di antara murid-murid beliau di kemudian hari menjadi ulama yang
termasyhur, termasuk di dalamnya adalah anak-anak dan keponakan beliau
serta anak dari guru beliau sendiri. Beberapa di antaranya adalah:
1. Al-Imam Al-Qutb Al-Ghauts As-Syĕkh Al-Kabir AbuBakar bin As-Syĕkh
Abdurrahman As-Segaff Al-Masyhur bis “Sakran” dan saudaranya.
2. Al-Imam Al-Qutb Al-Ghauts As-Syĕkh Al-Kabir Umar bin As-Syĕkh
Abdurrahman As-Segaff Al-Masyhur bil “Mahdhor”.
3. Al-Arif Billah Abu Bakar bin Alwi As-Syaibaih, dan saudaranya.
4. Al-Imam Asy-Syahir Muhammad bin Alwi.
5. Al-Arif Billah Muhammad bin Hasan Asy-Syahir Bi Jamalullail.
6. Al-Imam Al-Kabir Muhammad Shohib Aidid bin Ali.
7. Al-Arif Billah Ahmad bin Umar Shohib Al-Mushof .
8. An-Nur Al-Muta`ajjat Al-Imam Sa`ad bin Ali Madhaq.
9. As-Syĕkh Muhammad bin Abdurrahman bin As-Syĕkh Muhammad bin
Abdurrahman bin Al-Imam As-Syeikh Ali bin Muhammad bin Ali bin Muhammad
Shohibul Wa’al Al-Khotib Al-Anshory, dan anak beliau, penulis kitab
“Al-Jauhar As-Syafaf” yaitu :
10. As-Syĕkh Abdurrahman bin Muhammad Al-Khotib.
11. As-Syĕkh Abdurrahim bin Ali Al-Khotib.
12. Syĕkh Ali bin Muhammad Al-Khotib.
dan banyak lagi
Anak anak beliau
Beliau mempunyai delapan orang anak laki-laki dan enam orang anak
perempuan, yang merupakan anak-anak yang soleh dan solehah. Setiap anak
laki-laki beliau membaca tahlil sebanyak 70.000 kali dan anak perempuan
beliau membaca tahlil sebanyak 35.000 kali, yang pahalanya dihadiahkan
kepada Imam As-Segaff. Beliau selalu menginfaqkan harta beliau bagi
anak-anaknya untuk mereka gunakan di jalan Allah SWT. Sayyidina Al-Imam
As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff mendirikan 10 buah masjid dan anak-anak
beliau mendirikan 3 masjid. Selain itu beliau juga memberikan wakaf
bagi setiap masjid. Sayyidina As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff Ra juga
mempunyai banyak kebun kurma di Tarim dan di kota Al-Masfalah dan
beliau mem-bacakan surat Yasin bagi setiap pohon kurmanya.
Anak beliau yang perempuan adalah :
1. As-sayyidah Asy-Syarifah Maryam. Saudari sekandung dari As-Syĕkh Abu
Bakar As-Sakran, ibu dari Abu Bakar Al-Jufri bin Muhammad bin Ali bin
Muhammad bin Ahmad bin Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam.
2. As-sayyidah Asy-Syarifah Fatimah. Saudari sekandung dari Syeikh, ibu
dari Muhammad bin Ahmad bin Hasan Al-Wara`.
3. As-Sayyidah Asy-Syarifah Bahiyah. Saudari kandung dari Hasan bin
Abdurrahman As-Segaff.
4. As-sayyidah Asy-Syarifah Asma`. Saudari kandung dari Husein bin
Abdurrahman As-Segaff.
5. As-sayyidah Asy-Syarifah Aisyah. Ibu dari Abdurrahman Kheilah bin
Abdullah bin Alwi Maula Ad-Dawiylayh, ibunda beliau (isteri As-Syĕkh
Abdurrahman As-Segaff) berasal dari Bani Haritsah.
6. As-sayyidah Asy-Syarifah Alwiyah As-Saumul Kubro. Ibu dari Maryam
binti Umar Syanah, saudara dari Abu Bakar Al-Jufri. Ibunda beliau
(isteri As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff) berasal dari ‘Inat.
7. As-sayyidah Asy-Syarifah Alwiyah Al-Qarah As-Sughro. As-Syarifah
‘Alwiyah adalah isteri Muhammad Ar-Rakhilaih bin Umar bin Ali Ba’Umar. Ibunda beliau (isteri As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff) dari Ãl Hamiysi’
As-Syanhajy.
Adapun anak-anak beliau yang laki-laki adalah :
1. Ay-Syĕkh Ahmad.
Wafat di Tarim tahun 829 H.
2. As-Syĕkh Muhammad. Wafat di Tarim tahun 820 H.
3. As-Syĕkh Abu Bakar As-Sakran. Wafat di Tarim tahun 821 H.
4. As-Syĕkh Umar Al-Mahdhor. Wafat di Tarim tahun 833 H.
5. As-Sayyid Ali. Wafat tahun 840 H.
Ibunda beliau adalah seorang wanita sholeh dari kabilah arab
Al-Basyiban yang berasal dari Seiwun.
6. As-Sayyid Alwi. Wafat di Tarim pada tahun 826 H.
7. As-Sayyid Abdullah. Wafat di Tarim tahun 857 H.
8. As-Syĕkh Syeikh. Wafat di Tarim tahun 837 H.
Ibunda mereka (Alwi, Abdullah dan Syeikh) ini bernama Fatimah Aisyah
bin Yahya Qatiyn.
9. As-Sayyid Aqil. Wafat di Tarim tahun 871 H.
10. As-Sayyid Ja`far. Wafat tahun 829 H.
11. As-Sayyid Ad-Dza iq Hasan. Wafat tahun 830 H.
Ibunda mereka bernama Maryam binti Salim Al-Hudailiyah. Berasal dari daerah Asy-Syanahizah.
12. As-Sayyid Ibrahim. Wafat di Tarim tahun 875 H.
Ibunda beliau bernama Uwaisyah binti Ali Balhaj.
13. As-Sayyid Husein. Wafat di Tarim tahun 892 H.
Ibunda beliau bernama Asma` Fulana binti Ba Ubayd
Keagungan dan kemuliaan beliau
Maqam beliau Sayyidina As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff Ra adalah seorang
wali yang bermaqam Qutb Al-Ghauts, satu derajat kewalian tertinggi.
Beberapa riwayat yang berkaitan dengan masalah maqam ini akan kami
kemukakan sebagian.
As-Syĕkh Al-Jalil Al-‘Arif Muhammad bin Hasan Al-Mu’allim Ra berkata :
“Telah datang kepadaku suatu sosok ghaib yang berkata, ’As-Syĕkh
Abdurrahman adalah seorang Wali Qutb’.
Aku pun lalu berta’awwuz karena
aku khawatir hal ini berasal dari syaithan, kemudian aku terdiam
sesaat, setelah itu ia mendatangi diriku lagi dan berkata seperti tadi,
lalu aku membaca ta’awwuz lagi, dan pada waktu ketiga kalinya ia
mendatangi diriku kembali, ia berkata; ”Apakah engkau tidak mau
membenarkan perkataanku bahwa As-Syĕkh Abdurrahman adalah seorang
Qutb?” Riwayat yang lain berasal dari anak beliau sendiri yaitu;
As-Syĕkh Al-Wali Badruddin Hasan bin As-Syĕkh Abdurrahman R.Anhuma,
beliau berkata :
“Sekali waktu aku duduk berdua bersama ayahku di Masjid beliau pada
tahun 814 H, beliau berbicara panjang lebar kepadaku dan di tengah
perbincangannya, ayahandaku berkata kepadaku beliau telah memakai
Qamiys Qutb selama dua puluh dua tahun dan selama itu beliau tidak
pernah makan kecuali minum air dingin.”
Masjid As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff Ra
Didirikan oleh beliau pada th 768 H. Banyak diambil dari kesaksian para
Wali bahwa Sayyidina Al-Imam As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff telah
mencapai martabat Quthbiyyah. Dan telah menjadi ijma` sari seluruh
wali, bahwasanya seluruh wali di masa itu berada di bawah panji beliau
tanpa terkecuali. Salah seorang saudara Sayyidina As-Syĕkh Abdurrahman
As-Segaff Ra bercerita : “Sungguh telah terjadi perselisihan antara
diriku dan saudaraku, Abdurrahman As-Segaff. Sebenarnya perselisihan
ini awalnya bermula hanya pada masalah harga dagangan kurma, hingga
kemudian menimbulkan pemikiran pada diriku mengapa saudaraku itu bisa
lebih tinggi derajatnya dari pada diriku? Aku berpuasa seperti dia
berpuasa. Sholatnya pun sama dengan sholatku dan ayahanda kami juga
satu. Selain itu tamuku juga lebih banyak dari tamunya. Akhirnya pada
satu malam aku bermimpi, aku melihat suatu sosok yang bercahaya dan
berkata kepadaku: “Apakah engkau berpikir derajatmu sama dengan
saudaramu Abdurrahman?” aku pun menjawab, “Benar” kemudian cahaya
tersebut berkata kepadaku, “Jalanlah bersamaku.”
‘Maka ia membawaku kepada saudaraku Abdurrahman. Dalam mimpiku itu aku
mendapati seluruh tubuhnya diselimuti oleh cahaya, dan di setiap sendi
tubuhnya tertulis dengan cahaya, surah Al-Ikhlas dan kalimat tauhid:
Laa Ilaaha Illallah Muhammadar Rasulullah. Kemudian sosok bercahaya
tersebut berkata kepadaku, “Jika engkau telah mencapai derajat seperti
ini maka bolehlah engkau mengatakan dirimu lebih ataupun sama dengan
saudaramu Abdurrahman.” Maka semenjak itu aku pun memandang saudaraku
Abdurrahman lebih tinggi derajatnya daripada diriku.’”
Para Wali Al-‘Arifin dan para ulama Al-Muhaqiqin menjuluki beliau
dengan As-Segaff. Untuk menutupi keagungan hal beliau atas ahli zaman
di kala itu sebagai kata isyarat yang makna seutuhnya hanya dimengerti
oleh kaum Khawas dikarenakan beliau sendiri sangatlah membenci
kemasyhuran.
Dengan segala kemuliaan yang telah Allah berikan kepada
beliau, telah membuat dirinya tersohor kesegala penjuru negeri.
As-Segaff yang dalam arti lughoh adalah bermakna “di atas” adalah
mengandung pengertian kedudukan beliau adalah “di atas” seluruh para
wali pada zaman itu secara keseluruhan tanpa terkecuali. Hal ini
menyatakan bahwa maqom beliau adalah Qutb Al-Ghauts. Dan lazimnya
setiap wali yang bermaqom seperti itu dalam perumpamaannya adalah
bagaikan atap rumah yang menaungi para penghuni rumah, dalam hal ini
rumah yang dimaksud adalah “wilayah” dan konteks yang dimaksud adalah
apa yang disebut oleh kaum Sufi dengan “Tashrif Dairatul wilayah.” Atau
semacam kedudukan rantai komando tapi dalam dunia kewalian. Pernah
diriwayatkan oleh beberapa murid dari Al-Imam As-Segaff, sekali waktu
para Wali di suatu daerah menyerahkan “tashrif wilayah” mereka kepada
beliau, dengan membaiat beliau sebagai pemimpin mereka, kejadian ini
mengisyaratkan bahwa para wali tadi menyerahkan kepemimpinan kewalian
mereka kepada Al-Imam As-Segaff, dalam seluruh perkara kewalian pada
saat seperti ini Al-Imam As-Segaff berlaku sebagai Ghust Al-Wali bagi
mereka, kedudukan tinggi yang tidak bisa dianggap main-main, mengingat
“Ghaust” lazimnya berlaku bagi kaum Awam, bisa dibayangkan bagaimana
Ghaust bagi para Wali? Muhammad bin Hasan bin Abu Bakar berkata,
“Ketika aku sedang tidur, aku mendengar suara dalam mimpiku yang
berkata,
Permata-permata adalah Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali
dan anak beliau Sayyidina Alwi Al-Ghuyur dan anak beliau Ali dan anak
beliau Muhammad bin Ali Maula Ad-Dawiylaih. Kemudian aku bertanya,
‘Lalu bagaimana dengan Abdurrahman As-Segaff’ dan suara itu menjawab,
‘Ia adalah permata dari segala permata.’”
Majelis beliau Sayyidina Al-Imam As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff
mempunyai majlis yang masyhur dan selalu dihadiri para Wali dan para
Rijal Al-Ghaib dari segala penjuru dunia. Ada satu riwayat yang
bercerita bahwa beliau sekali waktu pernah didatangi seorang lelaki
asing di tengah Majlis beliau yang tiba-tiba berkata kepada beliau :
“Kenapa engkau membuka rahasia hakekat kepada khalayak ramai?”
kemudian dijawab oleh beliau, Lalu bertanya murid beliau yang bernama
Al-Imam Al-Wali Abu Bakar bin Alwi As-Syaibah, ”Bagaimanakah ciri
laki-laki tersebut?”. Al-Imam As-Segaff lalu memberikan ciri laki-laki
yang berbicara kepada beliau itu yang kemudian dijawab kembali oleh
Al-Imam Abu Bakar Asy-Syaibah, “Hazihi shifatul ghozali yujizuka
bitakallamu `alan naas.” (Ini adalah Al-Imam Al-Ghozali dan banyak yang
telah menyaksikan bahwa yang belajar pada beliau adalah para ahli
al-kasyaf yaitu para Wali Allah dan Arrijalul Ghoib.) Al-Arif Billah
Muhammad bin Ali Azzubaidi meriwayatkan: “Aku telah menyaksikan sendiri
bahwa As-Syĕkh Abdul Qodir Al-Jaelani telah membaca Al-Miatain di
hadapan Sayyidina As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff. Dan aku telah
menyaksikan sendiri Al-Imam Al-Ghozali membaca kitabnya yang terkenal
yaitu kitab Al-Ihya di depan Sayyidina Al-Imam As-Syĕkh Abdurrahman
As-Segaff.”
Al-Imam As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff, pada
awalnya kurang menyukai majlis Sima`. Kemudian karena selalu menghadiri majlis
Sima` maka akhirnya beliau mencintai majlis tersebut. Sayyidina As-Syĕkh Abdurrahman
As-Segaff Ra, bila tengah mendapatkan waridan, maka akan terlihatlah hāl beliau
yang luar biasa di tengah khalayak ramai, sehingga terlihatlah dengan jelas
kemuliaan beliau di sisi Allah SWT, terkadang para hadirin yang kala itu
mendengarkan perkataan beliau pun, juga akan mendapatkan haibah yang agung
karena mendengarkan perkataan beliau.
Sekali waktu, tatkala seorang saudara beliau yang bernama As-Syĕkh Ali meninggal dunia, Sayyidina Al-Imam As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff merasakan kesedihan yang mendalam hingga beliau meninggalkan majlis sima` ini sampai beberapa waktu. Kemudian ketika beliau kembali mengadakan majlis sima`, beliau berkata mengenai hal itu, “Kami menginginkan meninggalkan hal tersebut, tetapi sima` tidak meninggalkan kami.”
Sekali waktu, tatkala seorang saudara beliau yang bernama As-Syĕkh Ali meninggal dunia, Sayyidina Al-Imam As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff merasakan kesedihan yang mendalam hingga beliau meninggalkan majlis sima` ini sampai beberapa waktu. Kemudian ketika beliau kembali mengadakan majlis sima`, beliau berkata mengenai hal itu, “Kami menginginkan meninggalkan hal tersebut, tetapi sima` tidak meninggalkan kami.”
Hadhrah As-Segaff
Dalam setiap kesempatan di Majlis beliau, setelah sholat Isya pada
setiap malam Kamis dan Senin, biasanya dibacakan beberapa Nasyid kaum
sufi yang diiringi dengan beberapa alat musik seperti rebana dan
seruling. Hal ini kemudian dilanjutkan oleh Sayyidina As-Syĕkh Al-Kabir
Ahmad bin Husein Al-‘Aidrus dengan mengajak beberapa ahli pembaca
Nasyid dari Mesir dan ‘Iraf. Dan ritual atau kebiasaan ini masih
berlangsung hingga sekarang terhitung sudah berjalan selama lebih
kurang 600 tahun
Alat musik seruling peninggalan dari zaman Sayyidina Al-Imam
As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff Ra yang masih digunakan sampai sekarang.
Pembacaan Hadhrah di Masjid
Perkataaan para Wali Allah mengenai beliau As-Syaikhah Al-‘Arifah
As-Sayyidah Sulthanah binti Ali Az-Zubaidy R.Anha mengisahkan :
“Bilamana As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff hendak datang ke tempat kami
maka aku akan melihat, sesaat sebelum kedatangan beliau, tempat kami
dan sekitarnya ditumbuhi oleh rumput yang menghijau seolah-olah tanaman
tersebut tumbuh di tempat subur yang banyak airnya, kemudian setelah
itu aku mendengar suara:
“Telah datang kepada kalian seorang sulthan anak dari seorang sulthan.”
Tubuh dari Sayyidina Al-Imam As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff selalu
mengeluarkan aroma yang sangat harum walau tanpa diberi wewangian, maka
bilamana beliau masuk ke satu rumah, maka orang pun akan tahu bahwa
rumah tersebut pernah disinggahi oleh Sayyidina Imam As-Syĕkh
Abdurrahman As-Segaff karena bau wangi yang masih melekat pada rumah
tersebut. Begitu juga bila beliau berjalan, maka orang-orang pun akan
tahu bahwa jalan tersebut pernah dilalui oleh Sayyidina Al-Imam
As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff, karena masih terciumnya aroma wangi
dari Sayyidina Al-Imam As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff. Mengisyaratkan
hal ini, murid beliau yaitu As-Syĕkh Abdurrahman Al-Khotib berkata di
dalam syi`irnya :
Lidah Al-Imam As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff tidak pernah putus di
dalam zikrullah.
Begitu juga hati beliau yang selalu mengingat Allah
dalam siang maupun malam. Banyak murid-murid beliau yang mendengar
suara zikir yang berasal dari hati beliau, terdengar hingga keluar oleh
orang banyak. Dan semua ulama dan wali besar di zaman itu telah
menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri, bahwa dari setiap
sendi-sendi tubuh Al-Imam As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff hingga rambut
dan kulit beliau, sering kali terdengar suara dalam berzikir kepada
Allah SWT.
Kisah-kisah kekeramatan As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff
Mengenai kekeramatan Al-Imam As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff, seorang
murid beliau yang bernama As-Syĕkh Abdurrahman bin Muhammad Al-Khotib
telah banyak menceritakan di dalam kitab Al-Jauhar As-Syafaf sebanyak
lebih kurang 100 hikayat mengenai kekeramatan dan ahwal beliau yang
sangat luar biasa. Di dalam bukunya tersebut As-Syĕkh Abdurrahman
Al-Khotib berkata :
“Bilamana beliau mendoakan seorang gadis maka gadis itu pun akan
menikah, dan bilamana beliau mendoakan bagi perempuan yang mandul maka
perempuan yang mandul itu pasti melahirkan seorang anak.
Dan bilamana
Sayyidina Al-Imam As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff mendoakan seorang yang
miskin itu dengan kekayaan, maka si miskin tersebut pasti dikayakan
oleh Allah SWT, dan bilamana As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff berdoa
untuk orang yang bermaksiat agar bertaubat, maka mereka pun akan
bertaubat dan bilamana As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff mendoakan seorang
yang bodoh agar menjadi pintar maka orang itu akan dibukakan hatinya
oleh Allah SWT untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.”
Sebagian kecil dari kisah kekeramatan Sayyidina Al-Imam As-Syĕkh
Abdurrahman As-Segaff R.a adalah sebagai berikut :
1. Sayyidina As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff ber- Tajazzu Al-Imam
As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff, seringkali terlihat di banyak tempat
dalam satu waktu yang bersamaan. Selain itu pernah disaksikan oleh
banyak orang bahwa beliau menghilang sekejap dari baju beliau namun
kemudian dalam sekejap itu pula beliau kembali lagi, sebelum baju
beliau sempat jatuh ke tanah. Sekali waktu Sayyidina Al-Imam As-Syĕkh
Abdurrahman As-Segaff berniat akan melakukan ibadah haji ke Masjidil
Haram dan di dalam niatnya beliau bertekad untuk tinggal di sana
selama-lamanya, semata-mata hanya untuk beribadat dan bertasbih memuji
Allah SWT, dan tidak akan pulang lagi ke Hadhramaut. Tetapi di tengah
perjalanan menuju ke Masjidil Haram, beliau bertemu dengan Rasulullah
SAW bersama para sahabat dan beberapa Wali, termasuk di dalamnya adalah
ayahanda beliau yaitu Sayyidina As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih.
Mereka semua meminta kepada Sayyidina Al-Imam As-Syĕkh Abdurrahman
As-Segaff agar mengurungkan niat beliau tersebut dan pulang ke
Hadhramaut. Mereka berkata: “Sesungguhnya maqommu lebih bermanfaat di
Hadhramaut.” Maka beliau pun pulang tanpa pernah melakukan ibadah haji.
Tetapi anehnya, banyak orang yang melihat beliau berada di Mekkah
setiap tahunnya menunaikan ibadah haji. Sehingga banyak orang yang merasa bingung dan bertanya kepada beliau, “Apakah anda telah melakukan
haji?”, dan beliau menjawab, “Kalau dalam keadaan zhohir tidak pernah.”
2. Makanan yang tidak diketahui asalnya. Berkata murid beliau Sayyidina
Al-Wali Muhammad bin Hasan Jamalullail: “Suatu ketika aku sedang berada
di masjid Jami’ As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff, dan pada waktu itu aku
dalam keadaan lapar. Beliau sendiri terlihat sedang duduk di
tengah-tengah masjid, kemudian beliau memanggilku dan tiba-tiba di
samping beliau terdapat makanan yang lezat yang membuatku
terheran-heran, lalu aku bertanya kepada beliau, ‘Siapakah yang
mengantarkan makanan ini?’ dan beliau menjawab, ‘Pelayan perempuan.’
Padahal tidak ada satu orang pun yang kulihat memasuki masjid, hingga
aku memperhatikan sekeliling masjid sekali lagi, tapi memang tidak ada
satu orang pun yang kulihat.” Kejadian ini mengingatkan kita seperti
kejadian Siti Maryam ketika mendapatkan buah-buahan di Mihrabnya dan
membingungkan Nabi Zakaria AS yang melihatnya. Kejadian ini adalah
pembuktian benarnya sabda Baginda Rasul Allah SAW yang menjelaskan
kemuliaan umatnya; bahwa Ulama umat Nabi Muhammad SAW menyamai derajat
para Nabi Bani Israil .
Beliau wafat di kota Tarim pada hari Kamis, 23 Sya’ban tahun 819 H
(1416 M). Ketika mereka hendak memalingkan wajah beliau ke kiblat,
wajah tersebut berpaling sendiri ke kiblat. Jasad beliau disemayamkan
pada pagi hari Jum’at, di pekuburan Zanbal,Tarim.
Habib Ahmad Bin Hamid Alkaff
Beliau dikenal sebagai salah seorang ulama besar di Palembang. Banyak
ulama dari berbagai penjuru Nusantara mengaji kepada beliau. Ada
pendapat, Palembang bisa di ibaratkan sebagai Hadramaut tsani (markas
para Habib dan Ulama besar). Sebab di Palembang memang banyak Habib dan
Ulama besar, demikian pula makam-makam mereka. Salah seorang
diantaranya adalah Habib Ahmad bin Hamid Al-Kaaf, yang juga dikenal
sebagai wali masthur. Yaitu wali yang karamah-karamahnya tersembunyi,
Padahal karamahnya cukup banyak.
Salah satu karamahnya ialah ketika beliau menziarahi orang tua beliau
(Habib Hamid Al-Kaff dan Hababah Fathimah AL-Jufri) di kampung Yusrain,
10 Ilir Palembang. Dalam perjalanan kebetulan turun hujan lebat dan
deras. Untuk bebrapa saat beliau mengibaskan tangan beliau ke langit
sambil berdoa. Ajaib, hujanpun reda.
Nama beliau adalah Habib Ahmad bin Hamid Al-Kaff. Sampai di akhir hayat
beliau tinggal di jalan K.H. Hasyim Asy’ari No. 1 Rt 01/I, 14 Ulu
Palembang. Beliau lahir di Pekalongan Jawa Tengah dan dibesarkan di
Palembang. Sejak kecil beliau diasuh oleh Habib Ahmad bin Abdullah bin
Thalib Al-Attas.
Uniknya, hampir setiap pagi buta, Habib Ahmad Al-Attas menjemput
muridnya ke rumahnya untuk shalat subuh berjama’ah karena sangat
menyaynginya. Saking akrabnya, ketika bermain-main di waktu kecil,
Habib Ahmad bin Hamid Al-Kaff sering berlindung di bawah jubah Habib
Ahmad Alatas. Ketika usia 7 tahun saat anak-anak lain duduk di kelas
satu madrasah Ibtidaiyyah, Habib Ahmad belajar ke Tarim Hadramaut Yaman
bersama sepupunya Habib Abdullah-yang akrab dipanggil Endung
Di sana mereka berguru kepada Habib Ali Al-Habsyi. Ada sekitar 10 tahun
beliau mengaji kepada sejumlah ulama besar di Tarim. Salah seorang guru
beliau adalah Habib Ali Al-Habsyi, ulama besar penulis Maulid Simtuth
Durar. Selama mengaji kepada Habib Ali Al-Habsyi , beliau mendapat
pendidikan disiplin yang sangat keras. Misalnya sering hanya
mendapatkan sarapan 3 butir kurma. Selain kepada Habib Ali , beliau
juga belajar tasawuf kepada Habib Alwi bin Abdullah Shahab . sedangkan
sepupu beliau Habib Endung belajar fiqih dan ilmu-ilmu alat seperti
nahwu, sharaf dan balaghah. Sepulang dari Hadramaut pada usia 17 tahun
. Habib Ahmad Al-Kaff menikah dengan Syarifah Aminah Binti Salim
Al-Kaff . meski usianya belum genap 20 tahun namun beliau sudah mulai
dikenal sebagai ulama yag menjalani kehidupan zuhud dan mubaligh yang
membuka majlis ta’lim. Dua diantara murid beliau yakni Habib alwi bin
Ahmad Bahsin dan Habib Syaikhan Al-gathmir belakangan dikenal pula
sebagai ulama dan mubaligh.
Selain di Palembang, Habib Ahmad juga berdakwah dan mengajar di
beberapa daerah di tanah air, misalnya madrasah Al-Khairiyah Surabaya.
Salah seorang murid beliau yang kemudian dikenal sebagai ulama adalah
habib Salim bin ahmad bin Jindan ulama terkemuka di Jakarta, yang wafat
pada tahun 1969
Empat Pertanyaan
Ketinggian ilmu dan kewalian Habib Ahmad al-Kaff diakui oleh Habib Alwi
bin Muhammad Al-Haddad, ulama besar dan wali yang bermukim di Bogor.
Diceritakan pada suatu hari seorang habib dari Palembang (Habib Ahmad
bin Zen bin Syihab) dan rakan-rakannya menjenguk Habib Alwi, mengharap
berkah dan hikmahnya. Mengetahui bahwa tamu-tamunya dari Palembang,
dengan spontan Habib Alwi berkata, “Bukankah kalian mengenal Habib
Ahmad bin Hamid al-Kaff ? Buat apa kalian jauh-jauh datang ke sini,
sedangkan di kota kalian ada wali yang maqam kewaliannya tidak berbeda
denganku ? Saya pernah bertemu dia di dalam mimpi”. Tentu saja
rombongan dari Palembang tersebut kaget.
Maka Habib Alwi menceritakan
perihal mimpinya. Suatu hari Habib Alwi berpikir keras bagaimana cara
hijrah dari bogor untuk menghindari teror dari aparat penjajah belanda.
Beliau kemudian bertawasul kepada Rasulullah SAW, dan malam harinya
beliau bermimpi bertemu Rasulullah SAW memohon jalan keluar untuk
masalah yang dihadapinya. Yang menarik, di sebelah Rasul duduk seorang
laki-laki yang wajahnya bercahaya.
Maka Rasulullah SAW pun bersabda, “Sesungguhnya semua jalan keluar dari
masalahmu ada di tangan cucuku di sebelahku ini”. Dialah Habib Habib
Ahmad bin Hamid al-Kaff. Maka Habib Alwi pun menceritakan persoalan
yang dihadapinya kepada Habib Ahmad al-Kaff- yang segera mengemukakan
pemecahan/jalan keluarnya.
Sejak itulah Habib Alwi membanggakan Habib
Ahmad al-Kaff.
Sebagaimana para waliyullah yang lain, Habib Ahmad al-Kaff juga selalu
mengamalkan ibada khusus. Setiap hari misalnya, Mursyid Tariqah
Alawiyyah tersebut membaca shalawat lebih dari 100.000 kali. Selain itu
beliau juga menulis sebuah kitab tentang tatacara menziarahi guru
beliau Habib Ahmad Alatas. Beliau juga mewariskakn pesan spiritual yang
disebut Pesan Pertanyaan yang empat, yaitu empat pertanyaan mengenai ke
mana tujuan manusia setelah meninggal.
Lahirnya empat pertanyaan tersebut bermula ketika Habib Ahmad al-Kaff
diajak oleh salah seorang anggota keluarga untuk menikmati gambus.
Seketika itu beliau berkata, “Aku belum hendak bersenang-senang sebelum
aku tahu apakah aku akan mengucapkan kalimat tauhid di akhir hayatku.
Apakah aku akan selamat dari siksa kubur, apakah timbangan amalku akan
lebih berat dari dosaku, apakah aku akan selamat dari jembatan shiratal
mustaqim”. Itulah yang dimaksud dengan “empat pertanyaan” yang
dipesankannya kepada para murid, keluarga dan keturunannya.
Habib Ahmad al-Kaff wafat di Palembang pada 25 Jumadil akhir
1275H/1955M. Jenazah beliau dimakamkan di komplek pemakaman Telaga 60,
14 Hulu Palembang. Beliau meninggalkan lima anak: Habib Hamid, Habib
Abdullah, Habib Burhan, Habib Ali dan Syarifah Khadijah. Kini
pengelolaan majelis taklimnya diteruskan keturunannya, Habib Ahmad
Fikri bin Husein bin Helmi bin Hamid Al-Kaff, yang setiap minggu pagi
membaca maulid Simtud Duror. Salah seorang cucu yang meneruskan dakwah
kakeknya ialah Habib Ahmad bin Naufal bin Abdullah bin Ahmad Al-Kaff,
pengasuh Pondok Pesantren Darul Habib, Sukabumi, Jawa barat.
Biar
Bagaimana caranya aku harus mengungkapkan semua ini??
Bukan hal yang mudah untuk aku membuka diri,.
Bukan hal yang mudah untuk saling berbagi
Tak banyak yang tahu bagaimana aku menjalani setiap liku hidup ini.
Semua Aku pendam sendiri.
Ibarat besi, ia telah berkarat
Ibarat air, ia telah membeku.
Semua telah terjadi seiring waktu,
tak ada waktu untuk membuka kembali semua kenangan itu.
Biar, aku sudah seperti ini.
Semua memang buat jiwa ku rentan.
tapi, tetap tak akan ada yang perduli.
Aku tersakiti oleh waktu,
dan aku pun akan tersembuhi dengan waktu.
Percayalah itu....!!
Langganan:
Postingan (Atom)