Senin, 22 November 2010

Manusia dan binatang

Perumpamaan mukmin yang mendakwahi orang-orang durhaka adalah seperti penggembala yang menyeru binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu, dan buta, sebab itulah mereka tidak pernah mengerti (QS. Al Baqarah, 2:171).


Pengantar 

Saya duduk termenung. Pandangi jalanan berdebu di bawah terik matahari. Kulihat manusia berlalu lalang. Keluar masuk dari bangunan. Saat malam tiba, manusia memasuki rumahnya. Ketika pagi menjelang, mereka keluar dari tempat tidurnya.
Sama dengan ayam, kambing, bebek, dan hewan lainnya; manusia pun suka makan, minum, dan tidur. Ada orang berkata bahwa manusia punya kelebihan, yakni akal pikiran. Namun, saya lihat kepribadian mereka tak ubahnya seperti binatang. Jika banyak manusia membanggakan kelebihan akalnya, mengapa manusia memposisikan diri sebagai binatang?
Lihatlah binatang yang gemar melakukan seks bebas, berebut makanan, makan, dan tidur. Apa sich yang membedakan kita dengan hewan? Apa yang harus kita lakukan supaya kita beda dengan binatang?


Binatang dan Manusia: Tercipta dari Tanah 

Semua binatang bumi dapat dipastikan berasal dari tanah. Sama dengan kita sebagai manusia tercipta dari tanah. Saya melihat seekor kambing asyik menyantap rerumputan hijau. Banyak sekali makanan kambing yang juga menjadi makanan kesukaan saya seperti lalap-lalapan. Saya pun berkata dalam hati: “Hai kambing, kamu sama dengan saya tercipta dari tanah. Makanan kamu dengan saya tak jauh beda. Semoga saya menjadi hamba Allah yang taat dan selalu mensyukuri nikmat.”
Saya pun menghampiri seekor ayam jantan. Dilihatnya ia asyik mematuk makanan seperti beras, jagung, nasi, roti, dan biji-bijian. Subhanallah, makanan ayam semuanya makanan kegemaran saya. Memang betul, bahan baku ayam sama dengan saya, yakni tercipta dari tanah liat. Banyak anatomi tubuh ayam sama dengan anatomi tubuh saya, punya 2 biji mata, dua kaki, punya usus, jantung, dan aliran darah. Subhanallah. Tidak patut kita tinggi hati di hadapan makhluk Allah SWT, melainkan kita harus menyayangi mereka dengan cara tidak menggangu dan tidak menyembelihnya kecuali hanya sekedar untuk makan, selain itu maka tindakan kita merupakan tindakan hina dan terkutuk (seperti membantai hewan, dsb).

Ingatkah anda dengan akhlak Nabi Sulaiman as dan pasukannya saat hendak melewati barisan semut yang menyeberangi jalan? Nabi Sulaiman as sangat menghormati semut-semut dan sama sekali tidak ingin menzalimi mereka. Sepatutnya kita tidak tinggi hati di hadapan mereka melainkan menjaga keamanan mereka, sebab kita merupakan khalifah (pemimpin) di muka bumi, yang berarti kita bertanggungjawab penuh atas keselamatan kenyamanan makhluk-makhluk Allah SWT di muka bumi.

Manusia dan Binatang 
    Saya suka makan maka binatang pun semuanya suka makan. Saya biasa tidur maka binatang pun suka tidur. Saya sayang pada anak maka binatang pun sayang sama anaknya.Saya mencari makan maka binatang pun gemar mencari makan. Bagaimana supaya saya berbeda dari binatang? Konon ada manusia lihai membuat gedung, namun mengapa karakternya seperti binatang? Melakukan seks di luar nikah, memfitnah dan membunuh sesama, dan ucapan penuh sumpah serapah? Jika kita sebagai manusia maka mulai sekarang patut berfikir, bagaimana caranya supaya saya berbeda dengan binatang. Lihatlah seekor anjing yang kenyang makan. Matanya menatap kosong dan beberapa kali mulutnya menguap di kolong kendaraan yang sedang parkir. Apa bedanya manusia dengan binatang? Apa yang harus kita lakukan supaya derajat kita “agak” tinggi dibandingkan binatang sebab fitrah manusia sebenarnya jauh lebih mulia dibandingkan binatang. Buktinya nenek moyang kita Nabi Adam as pernah dijadikan tempat sujud para malaikat di surga.


Kebun Binatang: Hikmah Tafakur

Ketika jalan-jalan ke kebun binatang (bonbin). Saya bertemu dengan seekor monyet. Saya pun bertatapan mata dengan monyet yang sedang membawa pisang.

Saya lihat ia membuka daun pisang layaknya seorang manusia dan kemudian memakannya. Saya lihat masing-masing jari tangannya berjumlah 5 jari. Kukunya pun bersih seperti kuku di tanganku. Entah, saya tersenyum padanya dan ia pun tersenyum!!! Subhanallah, tak sepatutnya saya tersindir sebab monyet pun sama dengan saya, makhluk ciptaan Allah SWT. Sebenarnya bukan hanya monyet yang mirip dengan manusia, hampir semua binatang pun memiliki kemiripan dengan manusia. Seekor kucing yang hamil tua, perutnya buncit dan sulit berjalan. Ketika kucing melahirkan, bukan main menyakitkan dan melelahkannya proses persalinan kucing. Beberapa saat setelah melahirkan, kelihatan perut kucing yang tampak membuat ngilu, sebab perutnya masih kendor. Bukankah hal itu tak beda dengan persalinan manusia? Subhanallah. Katika menyaksikan binatang-binatang seperti itu, tak sepatutnya kita mengingkari kodrat kita sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, Dialah Pencipta makhluk-makhluk di alam semesta. Guna mengakui kodrat kita sebagai manusia yang diciptakan dari tanah maka sepatutnya kita mengabdi pada Allah SWT dan beramal salih untuk mengagungkan Asma-Nya, maka diri ini akan merasakan kemuliaan sebagai makhluk Allah Yang Maha Mulia sehingga kita akan merasakan mulianya hidup kita dan berharganya diri kita di sisi Allah Yang Maha Pencipta. Alhamdulillah.

Inginkah Kita Berbeda dari Binatang?

Kita sadar bahwa kedatangan ajal makin mendekati kita. Sepatutnya segera mengetahui pembeda kita dari binatang dan segera melakukan apa saja yang dipandang perlu menaikkan derajat tersebut sebelum pintu taubat tertutup. Senjata untuk membedakan kita dari binatang adalah giat ibadah dan beramal salih. Melalui ibadah, kita lebih sering ruku dan sujud pada Allah SWT.

Pun giat beramal salih, maka dengan hal itu kita akan menapaki derajat jauh lebih tinggi daripada binatang. Nafsu kebinatangan segera hilang dalam diri seseorang manakala ia mulai menyantuni fakir miskin, anak yatim, menolong sesama, membahagiakan sesama, dan lebih mementingkan umat daripada dirinya sendiri. Itulah yang membedakan manusia dengan binatang. Jika tidak mampu melakukan demikian maka manusia tak ubahnya seperti binatang bahkan lebih rendah daripada binatang! Mahasuci Allah yang telah menciptakan makhluk-makhluk bumi beraneka rupa dan bentuk yang tiada satu pun makhluk bercampur aduk dengan makhluk lainnya. Allah SWT menciptakan bangsa kucing, bangsa semut, bangsa lebah, bangsa kambing, bangsa kera dan bangsa manusia. kesemuanya inibagi manusia yang mau berfikirbenar-benar menjadi ayat untuk segera memposisikan diri sebagai manusia bukan malahan meniru cara hidup binatang!

Nasihat bagi Manusia 

Pencipta semua makhluk yang ada di bumi dan langit adalah Allah Penguasa Tunggal alam semesta. Tidak ada Tuhan kecuali Allah. Kita diciptakan Allah SWT tiada lain hanya untuk ibadah. Mengabdi pada Allah Yang Maha Pemberi rezeki. Ruku dan sujud pada-Nya. Menghabiskan sisa-sisa hidup hanya untuk berbuat kebajikan pada sesama dan menumpas segala kezaliman. Menyayangi makhluk bumi dan menjadikan syaitan sebagai musuh abadi. Kita mempunyai mata, telinga, dan hati sebagai fasilitas unggulan guna mengabdikan segala potensi hanya untuk menegakkan kalimat Illahi. Kita adalah manusia yang bertanggungjawab menjaga keamanan bumi dari tangan manusia terlaknat penyembah syaitani. Inilah makna bahwa kita berbeda dengan binatang sebab tingkat amanah kita teramat tinggi dan berat untuk dipikul sebangsa makhluk bumi.

Penutup

Hidup kita di bumi berdampingan dengan makhluk penghuni bumi. Kambing punya hak hidup di bumi. Bebek punya hak hidup di bumi. Gajah punya hak menempati bumi. Lebah memiliki legitimasi Allah SWT sebagai penghuni bumi. Dan semut pun berhak tinggal di muka bumi. Kita sebagai manusia, selain berhak menempati bumi, juga berkewajiban memimpin bumi ini. Mukmin sepatutnya mengayomi, melindungi, dan menjaga hak-hak makhluk penghuni bumi. Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk mengenyahkan syaitan yang tak mempunyai hak apapun berpijak di muka bumi. Amin ya Rabbal `alamin. Pada dasarnya Allah menciptakan manusia itu adalah sebagai mahluk yang paling berharga dan mulia di permukaan bumi ini. Namun tidak sedikit, manusia sendirilah yang merusak kehormatan dan harga dirinya, dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang amoral, yang tidak sesuai dengan norma-norma agama.

Karena itu, kemuliaan yang terdapat dalam diri manusia ini haruslah selalu dijaga dari pada hal-hal yang dapat merusaknya, baik yang berupa sikap dan perbuatan yang dilakukan oleh diri sendiri, maupun yang dilakukan oleh orang lain terhadap pribadinya. Bahkan, Islam memberikan tuntunan, kalaupun harus dengan mengeluarkan harta demi menjaga kehormatan atau harga diri, hal itu boleh untuk dilakukan. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi: “Peliharalah untuk menjaga diri kamu dengan harta kamu” (HR. Ad-Dailami) Karena itu, dalam prespektif Islam, harga diri itu lebih berharga dan mulia dari pada harta benda. Namun yang terlihat sekarang, terkadang manusia rela menjatuhkan harga dirinya demi memperoleh keuntungan harta benda. Selain itu juga, seringkali manusia melakukan perbuatan-perbuatan kekerasan denganberdalih membela harga diri. Padahal untuk menjaga kehormatan atau harga diri menurut ajaran Islam, bukanlah dengan pertengkaran atau kekerasan. Sebab adanya kekerasan justru menghancurkan harga diri. Selain itu, tidak jarang balasan yang timbul akibat dari sikap kekerasan seringkali berlebihan dan tidak terkontrol. Sehingga akibatnya, justru menjatuhkan martabat kemanusiaannya.

Dalam pandangan Islam, manusia itu berharga karena kemuliaannya, sedang kemuliaan seseorang itu bersumber dari kesabaran dan kebijaksanaannya. Sebagaimana disebutkan di dalam QS. Al A’raaf ayat 199: “Jadilah Engkau Pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang baik, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh” Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa, sikap sabar dengan selalu memberikan maaf inilah ajaran yang dituntunkan oleh Allah Swt. kepada hambanya yang beriman.
Karena itu, setiap pribadi muslim, hendaknya tidak terpengaruh dengan melakukan pembalasan, ketika ada orang lain yang bersikap atau berbuat tidak baik kepadanya. Sementara itu, jika diperhatikan kembali, ada yang menarik dari susunan kalimat ayat diatas. Disebutkan bahwa, Allah menganjurkan bagi setiap muslim untuk memberikan maaf dengan tujuan agar mereka berbuat baik, dalam artian, tidak melayani perbuatan bodoh mereka. Sebab jika perbuatan bodoh mereka kita balas, maka mereka akan melakukan perbuatan yang lebih bodoh lagi dari pada perbuatan mereka yang pertama. Selain itu juga, jika kita tidak membalas perbuatannya, maka mereka akan merasa cukup dengan perbuatan yang pertama, karena telah membuat kita tidak bisa berbuat apa-apa. Sehingga secara tidak langsung, kita sudah membuat orang lain berbuat baik, karena mereka tidak melakukan perbuatan buruk yang kedua dengan sebab sikap kita yang telah memaafkan dan tidak membalas perbuatan mereka yang pertama. Sikap memberikan maaf ini pulalah yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Sebagaimana telah diriwayatkan ketika beliau diludahi oleh salah seorang yang kafir, setiap kali melewati suatu jalan.

Hingga suatu ketika orang kafir tersebut sakit, dan Rasul menjenguknya. Seketika itu juga orang kafir tersebut merasa kagum dan takjub terhadap sikap terpuji yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. ini, hingga mendorong dia mengucapkan Dua Kalimat Syahadat dihadapan Rasulullah. Dari kisah diatas sebenarnya, jika Rasulullah menginginkan membalas perbuatan orang kafir tersebut mudah saja beliau lakukan, tetapi hal itu tidak dilakukannya, namun justru memaafkannya. Bahkan lebih dari itu, beliau juga membalas dengan perbuatan yang baik dengan menjenguknya ketika dia sakit. Sehingga membuat orang kafir tersebut tersentuh dan tergerak untuk melakukan perbuatan yang baik juga. Selain itu, tercatat juga dengan tinta emas dalam sejarah Islam, di saat banyak orang kafir Mekah berusaha mencelakakan dan menyakiti beliau karena agama yang disebarkannya, maka Rasulullah Saw. beralih pergi ke kota Thaif untuk berdakwah di sana, dengan harapan penduduk kota tersebut mau beriman kapada agama yang dibawanya.

Namun tatkala sampai di kota Thaif, yang beliau dapatkan bukanlah sambutan hangat atas dakwahnya, tetapi justru tidak jauh beda dengan yang terjadi di Mekah, yang didapatkannya adalah lemparan-lemparan batu yang membuat darah suci dari insan termulia ini mengucur keluar membasahi sampai kakinya. Sementara itu terjadi, malaikat jibril datang menawarkan kepada Nabi, agar memerintahkan kepadanya untuk mengadzab mereka, namun beliau menolak. Dan justru beliau mendoakan penduduk Thaif agar mendapat petunjuk, dengan doa yang masih tetap melegenda sampai sekarang:
“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengerti”

Inilah contoh sikap yang diajarkan dalam ajaran Islam, bahkan Allah Swt juga memuji hambanya yang memiliki sifat demikian. sebagaimana yang terdapat di dalam QS. Al-Furqon: 63:
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan”

Dengan demikian, segala bentuk kekerasan yang dilakukan, walaupun dengan dalih membela harga diri, jelaslah bukan merupakan cara yang benar. Ketika orang lain malakukan kesalahan, dan dibalas dengan kesalahan, maka tidak ada beda antara keduanya, dan tentunya cara demikian bukanlah ajaran Islam dan sangat dibenci oleh Allah Swt. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi:
“Laki-laki yang paling dibenci oleh Allah Swt. adalah laki-laki yang keras” (HR. Bukhori Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar