Perumpamaan mukmin yang mendakwahi orang-orang durhaka adalah seperti
penggembala yang menyeru binatang yang tidak mendengar selain panggilan
dan seruan saja. Mereka tuli, bisu, dan buta, sebab itulah mereka tidak
pernah mengerti (QS. Al Baqarah, 2:171).
Pengantar
Saya duduk termenung. Pandangi jalanan berdebu di bawah terik matahari.
Kulihat manusia berlalu lalang. Keluar masuk dari bangunan. Saat malam
tiba, manusia memasuki rumahnya. Ketika pagi menjelang, mereka keluar
dari tempat tidurnya.
Sama dengan ayam, kambing, bebek, dan hewan lainnya; manusia pun suka
makan, minum, dan tidur. Ada orang berkata bahwa manusia punya
kelebihan, yakni akal pikiran. Namun, saya lihat kepribadian mereka tak
ubahnya seperti binatang. Jika banyak manusia membanggakan kelebihan
akalnya, mengapa manusia memposisikan diri sebagai binatang?
Lihatlah
binatang yang gemar melakukan seks bebas, berebut makanan, makan, dan
tidur. Apa sich yang membedakan kita dengan hewan? Apa yang harus kita
lakukan supaya kita beda dengan binatang?
Binatang dan Manusia: Tercipta dari Tanah
Semua binatang bumi dapat dipastikan berasal dari tanah. Sama dengan
kita sebagai manusia tercipta dari tanah. Saya melihat seekor kambing
asyik menyantap rerumputan hijau. Banyak sekali makanan kambing yang
juga menjadi makanan kesukaan saya seperti lalap-lalapan. Saya pun
berkata dalam hati: “Hai kambing, kamu sama dengan saya tercipta dari
tanah. Makanan kamu dengan saya tak jauh beda. Semoga saya menjadi
hamba Allah yang taat dan selalu mensyukuri nikmat.”
Saya pun menghampiri seekor ayam jantan. Dilihatnya ia asyik mematuk
makanan seperti beras, jagung, nasi, roti, dan biji-bijian.
Subhanallah, makanan ayam semuanya makanan kegemaran saya. Memang
betul, bahan baku ayam sama dengan saya, yakni tercipta dari tanah
liat. Banyak anatomi tubuh ayam sama dengan anatomi tubuh saya, punya 2
biji mata, dua kaki, punya usus, jantung, dan aliran darah.
Subhanallah. Tidak patut kita tinggi hati di hadapan makhluk Allah SWT,
melainkan kita harus menyayangi mereka dengan cara tidak menggangu dan
tidak menyembelihnya kecuali hanya sekedar untuk makan, selain itu maka
tindakan kita merupakan tindakan hina dan terkutuk (seperti membantai
hewan, dsb).
Ingatkah anda dengan akhlak Nabi Sulaiman as dan pasukannya saat hendak
melewati barisan semut yang menyeberangi jalan? Nabi Sulaiman as sangat
menghormati semut-semut dan sama sekali tidak ingin menzalimi mereka.
Sepatutnya kita tidak tinggi hati di hadapan mereka melainkan menjaga
keamanan mereka, sebab kita merupakan khalifah (pemimpin) di muka bumi,
yang berarti kita bertanggungjawab penuh atas keselamatan kenyamanan
makhluk-makhluk Allah SWT di muka bumi.
Manusia dan Binatang

Kebun Binatang: Hikmah Tafakur
Ketika jalan-jalan ke kebun binatang (bonbin). Saya bertemu dengan
seekor monyet. Saya pun bertatapan mata dengan monyet yang sedang
membawa pisang.
Saya lihat ia membuka daun pisang layaknya seorang
manusia dan kemudian memakannya. Saya lihat masing-masing jari
tangannya berjumlah 5 jari. Kukunya pun bersih seperti kuku di
tanganku. Entah, saya tersenyum
padanya dan ia pun tersenyum!!! Subhanallah, tak sepatutnya saya
tersindir sebab monyet pun sama dengan saya, makhluk ciptaan Allah SWT.
Sebenarnya bukan hanya monyet yang mirip dengan manusia, hampir semua
binatang pun memiliki kemiripan dengan manusia. Seekor kucing yang
hamil tua, perutnya buncit dan sulit berjalan. Ketika kucing
melahirkan, bukan main menyakitkan dan melelahkannya proses persalinan
kucing. Beberapa saat setelah melahirkan, kelihatan perut kucing yang
tampak membuat ngilu, sebab perutnya masih kendor. Bukankah hal itu tak
beda dengan persalinan manusia? Subhanallah.
Katika menyaksikan binatang-binatang seperti itu, tak sepatutnya kita
mengingkari kodrat kita sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, Dialah
Pencipta makhluk-makhluk di alam semesta. Guna mengakui kodrat kita
sebagai manusia yang diciptakan dari tanah maka sepatutnya kita
mengabdi pada Allah SWT dan beramal salih untuk mengagungkan Asma-Nya,
maka diri ini akan merasakan kemuliaan sebagai makhluk Allah Yang Maha
Mulia sehingga kita akan merasakan mulianya hidup kita dan berharganya
diri kita di sisi Allah Yang Maha Pencipta. Alhamdulillah.
Inginkah Kita Berbeda dari Binatang?
Kita sadar bahwa kedatangan ajal makin mendekati kita. Sepatutnya
segera mengetahui pembeda kita dari binatang dan segera melakukan apa
saja yang dipandang perlu menaikkan derajat tersebut sebelum pintu
taubat tertutup.
Senjata untuk membedakan kita dari binatang adalah giat ibadah dan
beramal salih. Melalui ibadah, kita lebih sering ruku dan sujud pada
Allah SWT.
Pun giat beramal salih, maka dengan hal itu kita akan
menapaki derajat jauh lebih tinggi daripada binatang.
Nafsu kebinatangan segera hilang dalam diri seseorang manakala ia mulai
menyantuni fakir miskin, anak yatim, menolong sesama, membahagiakan
sesama, dan lebih mementingkan umat daripada dirinya sendiri. Itulah
yang membedakan manusia dengan binatang. Jika tidak mampu melakukan
demikian maka manusia tak ubahnya seperti binatang bahkan lebih rendah
daripada binatang!
Mahasuci Allah yang telah menciptakan makhluk-makhluk bumi beraneka
rupa dan bentuk yang tiada satu pun makhluk bercampur aduk dengan
makhluk lainnya. Allah SWT menciptakan bangsa kucing, bangsa semut,
bangsa lebah, bangsa kambing, bangsa kera dan bangsa manusia.
kesemuanya inibagi manusia yang mau berfikirbenar-benar menjadi ayat
untuk segera memposisikan diri sebagai manusia bukan malahan meniru
cara hidup binatang!
Nasihat bagi Manusia
Pencipta semua makhluk yang ada di bumi dan langit adalah Allah
Penguasa Tunggal alam semesta. Tidak ada Tuhan kecuali Allah. Kita
diciptakan Allah SWT tiada lain hanya untuk ibadah. Mengabdi pada Allah
Yang Maha Pemberi rezeki. Ruku dan sujud pada-Nya. Menghabiskan
sisa-sisa hidup hanya untuk berbuat kebajikan pada sesama dan menumpas
segala kezaliman. Menyayangi makhluk bumi dan menjadikan syaitan
sebagai musuh abadi.
Kita mempunyai mata, telinga, dan hati sebagai fasilitas unggulan guna
mengabdikan segala potensi hanya untuk menegakkan kalimat Illahi. Kita
adalah manusia yang bertanggungjawab menjaga keamanan bumi dari tangan
manusia terlaknat penyembah syaitani. Inilah makna bahwa kita berbeda
dengan binatang sebab tingkat amanah kita teramat tinggi dan berat
untuk dipikul sebangsa makhluk bumi.
Hidup kita di bumi berdampingan dengan makhluk penghuni bumi. Kambing
punya hak hidup di bumi. Bebek punya hak hidup di bumi. Gajah punya hak
menempati bumi. Lebah memiliki legitimasi Allah SWT sebagai penghuni
bumi. Dan semut pun berhak tinggal di muka bumi. Kita sebagai manusia,
selain berhak menempati bumi, juga berkewajiban memimpin bumi ini.
Mukmin sepatutnya mengayomi, melindungi, dan menjaga hak-hak makhluk
penghuni bumi. Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk mengenyahkan
syaitan yang tak mempunyai hak apapun berpijak di muka bumi. Amin ya
Rabbal `alamin. Pada dasarnya Allah menciptakan manusia itu adalah
sebagai mahluk yang paling berharga dan mulia di permukaan bumi ini.
Namun tidak sedikit, manusia sendirilah yang merusak kehormatan dan
harga dirinya, dengan melakukan perbuatan-perbuatan
yang amoral, yang tidak sesuai dengan norma-norma agama.
Karena itu,
kemuliaan yang terdapat dalam diri manusia ini haruslah selalu dijaga
dari pada hal-hal yang dapat merusaknya, baik yang berupa sikap dan
perbuatan yang dilakukan oleh diri sendiri, maupun yang dilakukan oleh
orang lain terhadap pribadinya.
Bahkan, Islam memberikan tuntunan, kalaupun harus dengan mengeluarkan
harta demi menjaga kehormatan atau harga diri, hal itu boleh untuk
dilakukan. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi: “Peliharalah untuk menjaga diri kamu dengan harta kamu” (HR.
Ad-Dailami)
Karena itu, dalam prespektif Islam, harga diri itu lebih berharga dan
mulia dari pada harta benda. Namun yang terlihat sekarang, terkadang
manusia rela menjatuhkan harga dirinya demi memperoleh keuntungan harta
benda.
Selain itu juga, seringkali manusia melakukan perbuatan-perbuatan
kekerasan denganberdalih membela harga diri. Padahal untuk menjaga
kehormatan atau harga diri menurut ajaran Islam, bukanlah dengan
pertengkaran atau kekerasan. Sebab adanya kekerasan justru
menghancurkan harga diri. Selain itu, tidak jarang balasan yang timbul
akibat dari sikap kekerasan seringkali berlebihan dan tidak terkontrol.
Sehingga akibatnya, justru menjatuhkan martabat kemanusiaannya.
Dalam pandangan Islam, manusia itu berharga karena kemuliaannya, sedang
kemuliaan seseorang itu bersumber dari kesabaran dan kebijaksanaannya.
Sebagaimana disebutkan di dalam QS. Al A’raaf ayat 199:
“Jadilah Engkau Pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang baik, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”
Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa, sikap sabar dengan selalu
memberikan maaf inilah ajaran yang dituntunkan oleh Allah Swt. kepada
hambanya yang beriman.
Karena itu, setiap pribadi muslim, hendaknya
tidak terpengaruh dengan melakukan pembalasan, ketika ada orang lain
yang bersikap atau berbuat tidak baik kepadanya.
Sementara itu, jika diperhatikan kembali, ada yang menarik dari susunan
kalimat ayat diatas. Disebutkan bahwa, Allah menganjurkan bagi setiap
muslim untuk memberikan maaf dengan tujuan agar mereka berbuat baik,
dalam artian, tidak melayani perbuatan bodoh mereka. Sebab jika
perbuatan bodoh mereka kita balas, maka mereka akan melakukan perbuatan
yang lebih bodoh lagi dari pada perbuatan mereka yang pertama. Selain
itu juga, jika kita tidak membalas perbuatannya, maka mereka akan
merasa cukup dengan perbuatan yang pertama, karena telah membuat kita
tidak bisa berbuat apa-apa. Sehingga secara tidak langsung, kita sudah
membuat orang lain berbuat baik, karena mereka tidak melakukan
perbuatan buruk yang kedua dengan sebab sikap kita yang telah memaafkan
dan tidak membalas perbuatan mereka yang pertama.
Sikap memberikan maaf ini pulalah yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Sebagaimana telah diriwayatkan ketika beliau diludahi oleh salah
seorang yang kafir, setiap kali melewati suatu jalan.
Hingga suatu
ketika orang kafir tersebut sakit, dan Rasul menjenguknya. Seketika itu
juga orang kafir tersebut merasa kagum dan takjub terhadap sikap
terpuji yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. ini, hingga mendorong dia
mengucapkan Dua Kalimat Syahadat dihadapan Rasulullah.
Dari kisah diatas sebenarnya, jika Rasulullah menginginkan membalas
perbuatan orang kafir tersebut mudah saja beliau lakukan, tetapi hal
itu tidak dilakukannya, namun justru memaafkannya. Bahkan lebih dari
itu, beliau juga membalas dengan perbuatan yang baik dengan
menjenguknya ketika dia sakit. Sehingga membuat orang kafir tersebut
tersentuh dan tergerak untuk melakukan perbuatan yang baik juga.
Selain itu, tercatat juga dengan tinta emas dalam sejarah Islam, di
saat banyak orang kafir Mekah berusaha mencelakakan dan menyakiti
beliau karena agama yang disebarkannya, maka Rasulullah Saw. beralih
pergi ke kota Thaif untuk berdakwah di sana, dengan harapan penduduk
kota tersebut mau beriman kapada agama yang dibawanya.
Namun tatkala
sampai di kota Thaif, yang beliau dapatkan bukanlah sambutan hangat
atas dakwahnya, tetapi justru tidak jauh beda dengan yang terjadi di
Mekah, yang didapatkannya adalah lemparan-lemparan batu yang membuat
darah suci dari insan termulia ini mengucur keluar membasahi sampai
kakinya. Sementara itu terjadi, malaikat jibril datang menawarkan
kepada Nabi, agar memerintahkan kepadanya untuk mengadzab mereka, namun
beliau menolak. Dan justru beliau mendoakan penduduk Thaif agar
mendapat petunjuk, dengan doa yang masih tetap melegenda sampai
sekarang:
“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka
tidak mengerti”
Inilah contoh sikap yang diajarkan dalam ajaran Islam, bahkan Allah Swt
juga memuji hambanya yang memiliki sifat demikian. sebagaimana yang
terdapat di dalam QS. Al-Furqon: 63:
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil
menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung)
keselamatan”
Dengan demikian, segala bentuk kekerasan yang dilakukan, walaupun
dengan dalih membela harga diri, jelaslah bukan merupakan cara yang
benar. Ketika orang lain malakukan kesalahan, dan dibalas dengan
kesalahan, maka tidak ada beda antara keduanya, dan tentunya cara
demikian bukanlah ajaran Islam dan sangat dibenci oleh Allah Swt.
Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi:
“Laki-laki yang paling dibenci oleh Allah Swt. adalah laki-laki yang
keras” (HR. Bukhori Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar